Dua pegusaha ini tak diragukan lagi kredibilitasnya. Dengan seringnya
jam terbang mereka sebagai pembicara di seminar-seminar, membuktikan
bahwa banyak orang yang mempercayai mereka sebagai orang besar atau
orang sukses. Indikator sukses dalam berwirausaha biasanya adalah
kepopuleran sang wirausahawan atau kemapanan yang terlihat. Orang-orang
yang mendatangkan mereka sebagai pembicara pastinya percaya kalau
mereka punya "senjata pamungkas" yang bisa mengantarkan mereka pada
kesuksesannya saat ini.
Dua pengusaha yang
sama-sama memiliki "senjata pamungkas" ini memang tidak saling kenal,
tetapi pesan yang mereka sampaikan sepertinya saling menentang.
Pengusaha
pertama menjadi pembicara di Seminar Entrepreneurship yang
diselenggarakan BEM GAMA FASA (sekarang FIB) Unpad. Pengusaha kedua
menjadi pembicara di Seminar Bisnis yang diselenggarakan Himabis Unpad.
Pengusaha
pertama berkata, "Lebih baik kehilangan masa muda daripada kehilangan
masa depan." Singkat cerita, pengusaha ini berasal dari keluarga yang
kurang mampu. Ketika sekolah, ia harus kerja serabutan untuk mencukupi
kebutuhannya. Pengusaha ini lebih banyak menghabiskan masa mudanya untuk
mempelajari ilmu komputer dibanding pergi ke tempat-tempat hiburan.
Pengalamannya memberinya kesimpulan dalam sebuah kalimat yang ia bagikan
kepada pendengarnya.
Pengusaha kedua berkata,
"Jangan kuper, banyakin main aja, dengan begitu wawasan dan pertemanan
kamu akan lebih luas." Pendapatnya ini pun merupakan kesimpulan dari
pengalaman dan pencapaiannya sekarang. Ia adalah pemilik kafe terkenal
di Bandung. Kemahirannya dalam mengembangkan sebuah kafe didapatnya
dari pengalaman masa mudanya yang sering bermain dari satu kafe ke kafe
lainnya.
Awalnya saya dibingungkan dengan dua pendapat yang terdengar bertentangan ini.
Setelah
beberapa pekan, saya memikirkan kembali dua pendapat ini. Saya anggap
pencapaian mereka sekarang adalah titik akhir. Sedangkan cerita mereka
ketika SMA adalah titik awal. Di dalam proses pencapaian titik akhir,
mereka memilih cara yang berbeda, tetapi ada satu yang sama. Proses belajar.
***
Jika saya andaikan adanya posisi susah dan posisi senang...
Pengusaha
pertama sepertinya terdengar mengalami posisi susah di waktu mudanya.
Sementara pengusaha kedua sepertinya terdengar mengalami posisi senang
di waktu mudanya.
Dalam posisi susah, jika ada proses belajar, maka akan ada keuntungan yang biasa disebut hikmah.
Dalam posisi senang, jika ada proses belajar, maka akan ada keuntungan yang biasa disebut hikmah.
(Seperti yang sering diucapkan banyak orang, senang atau susah adalah ujian)
***
Mengikuti
dua seminar tersebut pun berarti sebuah pengalaman. Pengalaman
biasanya merujuk pada kesimpulan. Kesimpulan saya, proses belajar
adalah hal yang paling penting, karena tanpa proses belajar, dua
pengusaha tersebut tidak akan jadi pembicara dalam seminar yang saya
hadiri.
Blog ini ngecapruk, berantakan. Yaaa beginilah, tempat sampah. Tapi higienis. LOL! Gudang deh tepatnya. Tapi gudang juga kurang higienis, buku coret-coretan deh kalo gitu. Hehe
Rabu, 11 April 2012
Kamis, 05 April 2012
Sisi Lain dari si Debat
Ups, kenapa judulnya "...si Debat"? Apa yang melatarbelakangi frasa "si Debat"? Dan, apa implikasi dari penggunaan frasa ini?
:D
Sejak tahun pertama saya berkuliah di Universitas Padjadjaran, saya pernah (bahkan sering) merenungkan tentang apa fungsi debat. Oleh karena itulah, saya menggunakan kata "si" karena hal ini pernah dibicarakan sebelumnya, sekaligus memberi "bungkusan" personalisasi pada kata debat itu sendiri.
Sedikit curhat:
Saya lelah terlalu sering memperdebatkan hal-hal sepele dengan teman-teman sebaya, orang tua, bahkan teman spesial (pacar) saya sendiri saat itu. Saya ingin menjalin persaudaraan dan pertemanan yang adem ayem. Tak bisakah kita hanya diskusi? Kenapa sih harus ada debat?
Karena resah dan tak bisa tidur, saya pun membuka KBBI. Inilah kebiasaan saya jaman dulu (sekarang juga masih tapi jarang), ketika ada hal yang mengusik pikiran, seringnya ya buka KBBI atau Oxford Dictionary atau Merriam Webster Dictionary. Tujuannya agar saya bisa lebih mengenal kata-kata yang mengusik pikiran saya.
- Pembahasan dan pertukaran pendapat mengenai suatu hal dengan saling memberi alasan untuk mempertahankan pendapat masing-masing. - KBBI edisi kedua. (waktu itu punyanya edisi kedua, edisi keempat masih mahal sih)
Malam itu setelah saya selesai membaca definisi debat dari KBBI, saya bilang dalam hati, "WHAT THE HELL! Mempertahankan pendapat masing-masing? Terus kapan nemu solusinya? Terus manfaatnya apa? Buat mengalahkan orang lain? Kalo gini terus, kapan selesainya "berantem" dengan orang-orang disekitar saya?"
Bahkan ketika UAS mata kuliah English Speech pun saya membawakan topik The Function of Debating. Saya benar-benar mengecam debat (yang tak bersalah) saat itu.
Dan saya semakin terganggu, mengingat saya akan mendapatkan mata kuliah Debating di tahun kedua.
Memikirkan hal itu, saya kembalikan lagi kepada pertanyaan "Mengapa ... penting untuk di...?"
Jadi, "Mengapa bela diri penting untuk dipelajari?"
Jawaban yang umum biasanya, untuk menjaga diri dari serangan manusia lain yang memiliki niat tertentu. Jawaban tambahan biasanya, untuk menjaga kebugaran tubuh dan kutipan "Human was born to survive."
Saya setuju dengan dua jawaban tersebut. Dan...
Tiba-tiba terlintas di pikiran saya tentang fungsi debat.
Saya teringat ucapan guru saya tentang pendapat yang benar dan pendapat yang didengar. Bahwa pendapat yang benar, tidak akan berarti kalau tidak kedengaran.
Saya mulai mengerti, inilah jawaban dari "Mengapa debat penting untuk dilakukan/dilatih/dipelajari?"
Ya supaya kita terlatih untuk mempertahankan apa yang kita anggap benar, dan suara kita pun dapat didengar.
Ya supaya ketika ada orang lain yang melakukan "serangan pemikiran", kita dapat bertahan atau bahkan melawan. Karena kita tidak akan pernah tahu tentang niat orang lain dalam melakukan penyerangan pada kita.
Apa yang Saya Cari?
Karena cara baca saya yang lambat, maka saya membaca buku yang berjudul Membaca Cepat karya Kathryn Redway.
Kalimat yang saya suka adalah, sebelum memulai membaca buku, putuskanlah apa yang ingin saya dapatkan dari buku ini.
Ya! Buku menyajikan banyak informasi. Kebutuhan kita akan informasi yang disajikan pasti berbeda-beda. Oleh karena itu putuskanlah "Apa yang kau cari di sini?"
Sebenarnya pelatih Merpati Putih pun sangat sering mengatakan, "Kembali pada niat awal latihan, mau ngedapetin apa?"
Namun pelatih saya pun sesekali pernah mengatakan, "Kalau belum tau mau cari apa, pasrah aja dulu."
Dan saya pun baru ngeh, inilah yang bisa jadi pertanyaan pertama sebelum memulai pertemuan pertama kuliah. "Mau dapet apa dari kuliah ini?"
Jika kita membicarakan soal fungsi dan manfaat...
Fungsi: Dari sudut pandang hal itu sendiri
Manfaat: Dari sudut pandang pengguna
Debat...
Pada awal kemunculan kata debat itu sendiri, pasti ada fungsi yang disepakati yang tak lepas dari latar belakang tertentu.
Tapi manfaat debat? Itu relatif, kawan. Tergantung dari "Apa yang kita cari."
Ada yang berkata bahwa ilmu itu netral, tergantung si pemakai. (saya belum memutuskan setuju atau tidak pada statement ini. tapi lumayan masuk akal sih) Statement ini serupa dengan penjelasan guide saya ketika saya berlibur di Bali.
"Kenapa tokoh baik bisa menjadi Rangda juga, Bli?"
"Kami pun menaruh patung Rangda di rumah kami, yang kami ambil adalah kekuatannya. Rangda itu sebenarnya bisa jadi makhluk bisa jadi sifat. Sifat Rangda sebenarnya netral, tergantung penggunanya."
- Melatih toleransi
- Melatih simpati dan empati
- Saling memperkuat diri
- Mengetahui teknik-teknik penyerangan maupun pertahanan baru
- Dan masih banyak lagi tentunya
Mengapa toleransi, simpati dan empati?
Ada yang bilang, ketika berdebat, dan harus membela hal yang bertentangan dengan pendirian kita, kita harus berbohong. Tapi? Sepertinya bukan kata bohong yang tepat. Kata apa ya?
Bagaimana kalau kita kesampingkan dulu soal benar dan salah ketika berdebat?
Anggaplah semua pandangan itu setara. Bertindaklah proaktif. Kita yang menentukan pilihan kita. Kita bisa berpindah-pindah pandangan dalam berdebat. Fleksibel.
Prinsipnya adalah, "Ketika saya berdebat, saya membela suatu pandangan, tanpa mencampurnya dengan isi hati."
Disinilah mengapa saya sebutkan melatih toleransi, simpati dan empati.
Ketika kita berempati terhadap suatu hal, maka kita akan menghilangkan kehadiran "diri" kita.
Menghilangkan "diri"?
Contoh kasus:
Dalam mendengarkan curhatan seorang teman, ketika kita menjawab "Kalau saya sih..." "Kalau saya jadi kamu sih..." "Kalau menurut saya sih..." atau apapun yang menyiratkan pemberian solusi dari sudut pandang kita, maka kita telah gagal dalam berempati.
Dengarkanlah psikolog-psikolog yang sedang menangani pasien. Dan ambillah kesimpulan sendiri mengenai bagaimana sikap yang empati itu.
Sedikit cerita:
Hari ini, saya membawakan sebuah topik debat (semi-debat) yang dulu kerap saya diskusikan.
Berhenti mengotori dan merusak buku.
Sejujurnya kawan, dulu saya kerap merusak buku, memutilasi buku, dan mencoretinya. Lalu saya dan teman-teman saya sempat mendiskusikan hal ini.
Membela pandangan "Berhenti mengotori dan merusak buku", terasa lebih mudah setelah saya pernah memiliki pandangan yang bersebrangan. Karena? Saya tahu kelemahan-kelemahan saya ketika saya berdiri di sebrang.
Oleh karena itulah, berpindah-pindah pandangan tanpa mencampurkannya dengan isi hati ada untungnya juga. :P
Soal isi hati? Keyakinan? Itu pilihan!
:D
Awalnya...
Sejak tahun pertama saya berkuliah di Universitas Padjadjaran, saya pernah (bahkan sering) merenungkan tentang apa fungsi debat. Oleh karena itulah, saya menggunakan kata "si" karena hal ini pernah dibicarakan sebelumnya, sekaligus memberi "bungkusan" personalisasi pada kata debat itu sendiri.
Sedikit curhat:
Saya lelah terlalu sering memperdebatkan hal-hal sepele dengan teman-teman sebaya, orang tua, bahkan teman spesial (pacar) saya sendiri saat itu. Saya ingin menjalin persaudaraan dan pertemanan yang adem ayem. Tak bisakah kita hanya diskusi? Kenapa sih harus ada debat?
Karena resah dan tak bisa tidur, saya pun membuka KBBI. Inilah kebiasaan saya jaman dulu (sekarang juga masih tapi jarang), ketika ada hal yang mengusik pikiran, seringnya ya buka KBBI atau Oxford Dictionary atau Merriam Webster Dictionary. Tujuannya agar saya bisa lebih mengenal kata-kata yang mengusik pikiran saya.
- Pembahasan dan pertukaran pendapat mengenai suatu hal dengan saling memberi alasan untuk mempertahankan pendapat masing-masing. - KBBI edisi kedua. (waktu itu punyanya edisi kedua, edisi keempat masih mahal sih)
Malam itu setelah saya selesai membaca definisi debat dari KBBI, saya bilang dalam hati, "WHAT THE HELL! Mempertahankan pendapat masing-masing? Terus kapan nemu solusinya? Terus manfaatnya apa? Buat mengalahkan orang lain? Kalo gini terus, kapan selesainya "berantem" dengan orang-orang disekitar saya?"
Bahkan ketika UAS mata kuliah English Speech pun saya membawakan topik The Function of Debating. Saya benar-benar mengecam debat (yang tak bersalah) saat itu.
Dan saya semakin terganggu, mengingat saya akan mendapatkan mata kuliah Debating di tahun kedua.
Kini...
Bela Diri
Setelah sempat vakum dari Unit Kegiatan Mahasiswa Bela Diri Silat Tangan Kosong Merpati Putih, akhirnya saya aktif kembali di tahun kedua. Sore itu sepulang latihan, saya sempat merenung, bagaimana seandainya saya mencederai teman saya sendiri? (power saya memang kecil saat ini, tetapi ketika anak-anak saya kerap mencederai teman-teman dan saudara-saudara saya sendiri)Memikirkan hal itu, saya kembalikan lagi kepada pertanyaan "Mengapa ... penting untuk di...?"
Jadi, "Mengapa bela diri penting untuk dipelajari?"
Jawaban yang umum biasanya, untuk menjaga diri dari serangan manusia lain yang memiliki niat tertentu. Jawaban tambahan biasanya, untuk menjaga kebugaran tubuh dan kutipan "Human was born to survive."
Saya setuju dengan dua jawaban tersebut. Dan...
Tiba-tiba terlintas di pikiran saya tentang fungsi debat.
Saya teringat ucapan guru saya tentang pendapat yang benar dan pendapat yang didengar. Bahwa pendapat yang benar, tidak akan berarti kalau tidak kedengaran.
Saya mulai mengerti, inilah jawaban dari "Mengapa debat penting untuk dilakukan/dilatih/dipelajari?"
Ya supaya kita terlatih untuk mempertahankan apa yang kita anggap benar, dan suara kita pun dapat didengar.
Ya supaya ketika ada orang lain yang melakukan "serangan pemikiran", kita dapat bertahan atau bahkan melawan. Karena kita tidak akan pernah tahu tentang niat orang lain dalam melakukan penyerangan pada kita.
Positifistik
Saya kira tidak melulu segala sesuatu harus dicari cela nya. Berpikir positif tentang fungsi debat, tidak ada salahnya.
Apa yang Saya Cari?
Karena cara baca saya yang lambat, maka saya membaca buku yang berjudul Membaca Cepat karya Kathryn Redway.Kalimat yang saya suka adalah, sebelum memulai membaca buku, putuskanlah apa yang ingin saya dapatkan dari buku ini.
Ya! Buku menyajikan banyak informasi. Kebutuhan kita akan informasi yang disajikan pasti berbeda-beda. Oleh karena itu putuskanlah "Apa yang kau cari di sini?"
Sebenarnya pelatih Merpati Putih pun sangat sering mengatakan, "Kembali pada niat awal latihan, mau ngedapetin apa?"
Namun pelatih saya pun sesekali pernah mengatakan, "Kalau belum tau mau cari apa, pasrah aja dulu."
Dan saya pun baru ngeh, inilah yang bisa jadi pertanyaan pertama sebelum memulai pertemuan pertama kuliah. "Mau dapet apa dari kuliah ini?"
Fungsi dan Manfaat
- Sebuah sendok memang bisa dipakai untuk makan, tetapi sebuah sendok pun bisa dipakai sebagai alat membunuh. -Jika kita membicarakan soal fungsi dan manfaat...
Fungsi: Dari sudut pandang hal itu sendiri
Manfaat: Dari sudut pandang pengguna
Debat...
Pada awal kemunculan kata debat itu sendiri, pasti ada fungsi yang disepakati yang tak lepas dari latar belakang tertentu.
Tapi manfaat debat? Itu relatif, kawan. Tergantung dari "Apa yang kita cari."
Ada yang berkata bahwa ilmu itu netral, tergantung si pemakai. (saya belum memutuskan setuju atau tidak pada statement ini. tapi lumayan masuk akal sih) Statement ini serupa dengan penjelasan guide saya ketika saya berlibur di Bali.
"Kenapa tokoh baik bisa menjadi Rangda juga, Bli?"
"Kami pun menaruh patung Rangda di rumah kami, yang kami ambil adalah kekuatannya. Rangda itu sebenarnya bisa jadi makhluk bisa jadi sifat. Sifat Rangda sebenarnya netral, tergantung penggunanya."
Jadi...
Ketika debat kita bisa:- Melatih toleransi
- Melatih simpati dan empati
- Saling memperkuat diri
- Mengetahui teknik-teknik penyerangan maupun pertahanan baru
- Dan masih banyak lagi tentunya
Mengapa toleransi, simpati dan empati?
Ada yang bilang, ketika berdebat, dan harus membela hal yang bertentangan dengan pendirian kita, kita harus berbohong. Tapi? Sepertinya bukan kata bohong yang tepat. Kata apa ya?
Bagaimana kalau kita kesampingkan dulu soal benar dan salah ketika berdebat?
Anggaplah semua pandangan itu setara. Bertindaklah proaktif. Kita yang menentukan pilihan kita. Kita bisa berpindah-pindah pandangan dalam berdebat. Fleksibel.
Prinsipnya adalah, "Ketika saya berdebat, saya membela suatu pandangan, tanpa mencampurnya dengan isi hati."
Disinilah mengapa saya sebutkan melatih toleransi, simpati dan empati.
Ketika kita berempati terhadap suatu hal, maka kita akan menghilangkan kehadiran "diri" kita.
Menghilangkan "diri"?
Contoh kasus:
Dalam mendengarkan curhatan seorang teman, ketika kita menjawab "Kalau saya sih..." "Kalau saya jadi kamu sih..." "Kalau menurut saya sih..." atau apapun yang menyiratkan pemberian solusi dari sudut pandang kita, maka kita telah gagal dalam berempati.
Dengarkanlah psikolog-psikolog yang sedang menangani pasien. Dan ambillah kesimpulan sendiri mengenai bagaimana sikap yang empati itu.
Sedikit cerita:
Hari ini, saya membawakan sebuah topik debat (semi-debat) yang dulu kerap saya diskusikan.
Berhenti mengotori dan merusak buku.
Sejujurnya kawan, dulu saya kerap merusak buku, memutilasi buku, dan mencoretinya. Lalu saya dan teman-teman saya sempat mendiskusikan hal ini.
Membela pandangan "Berhenti mengotori dan merusak buku", terasa lebih mudah setelah saya pernah memiliki pandangan yang bersebrangan. Karena? Saya tahu kelemahan-kelemahan saya ketika saya berdiri di sebrang.
Oleh karena itulah, berpindah-pindah pandangan tanpa mencampurkannya dengan isi hati ada untungnya juga. :P
Soal isi hati? Keyakinan? Itu pilihan!
Langganan:
Postingan (Atom)