Tugas menumpuk, saya malah nge-blog. Habisnya sudah tidak tahan lagi. Saya kangen rumah. (Ssst tapi jangan bilang-bilang ya)
"Kenapa kangen rumah?" Saut Jennifer'. (Baca: Jennifer aksen)
Karena kaya sedang sakit.
Lah kalo sakit terus kenapa? Lagian kenapa bisa sakit?
Nanya mulu lo! Ya karena saya merindukan hal-hal di rumah yang tidak saya dapatkan di sini. Kenapa bisa sakit, begini ceritanya.
Sejak Jumat lalu saya demam entah kenapa. Namun saya tetap beraktivitas
karena suhu tubuh tidak tinggi-tinggi amat. Saya pun meminum obat panas
dalam untuk jaga-jaga.
Sabtu pagi, muncul deh masalahnya. Ternyata saya bersin-bersin dan pilek. Salah
prepare
deh, harusnya minum vitamin c terus tidur 10 jam kalo tau bakal pilek.
Dan ada satu masalah lagi (nggak boleh dibilang masalah si, hal ini
harusnya disyukuri, berarti kan masih bisa reproduksi), hmm bagaimana
bilangnya ya,
to the point saja lah, datang bulan. Sebenarnya
kalau melihat jadwal bulanan, hal ini datang tepat waktu, tidak lebih
cepat, tidak juga terlambat. Tapi saya masih berharap agar datangnya
terlambat saja, karena hari itu saya harus ke Lembang.
Bersiap-siaplah saya untuk pergi ke tempat yang dingin itu. Sempat
sarapan sedikit, tapi tidak sempat minum obat karena saya lupa menaruh
obat flu dimana. Sudah hampir jam 8.30, jadi tidak ada waktu lagi buat
mengobrak-abrik kamar dan lemari makanan.
Tepat jam 8.30, saya sampai di bank BNI tempat kami berkumpul. 5 menit
kemudian, kami menuju pangkalan Damri. Hari itu cerah di Jatinangor.
Wajah kami sedikit berkeringat karena tidak berteduh. Lumayan sih,
matahari pagi (eh masih bisa dibilang matahari pagi nggak sih jam
segitu?)
Sekitar 5 sampai 10 menit kemudian Damri tiba dan kami berangkat.
Mungkin karena terkena sinar matahari, hidung saya masih baik-baik saja
di perjalanan menuju Pusdai. Tapi di perjalanan dari Pusdai menuju
Lembang, saya mulai menghabiskan tissue.
Sesampainya di Lembang yang dingin itu, saya terus menghabiskan tissue.
Selain karena terserang virus, perubahan suhu yang drastis juga kerap
membuat saya sakit. (Jatinangor panas, Lembang dingin) Saya pun
bersin-bersin ketika rapat. (Maaf ya akang2 teteh2, sedikit mengganggu
rapat dengan bersin yang suaranya aneh)
Di perjalanan pulang, mulai terasa nyeri haidnya. Tidak terbayang ya
deskripsi nyerinya? Ok, saya bantu anda membayangkannya. Pernah sakit
pinggang? Jika belum pernah, pasti pernah merasa ngilu kan di bagian
tubuh manapun? Bayangkan rasa ngilu itu ada di bagian pinggang. (Bukan
di sisi samping ya, tapi di sisi belakang.) Rasanya seperti tulang ekor
mau copot dari tempatnya. Lalu bayangkanlah ada pisau yang baru diasah.
Semakin banyak semakin mengerikan. Tapi kali ini tidak terlalu sakit,
jadi bayangkan 1 pisau saja. Bayangkan pisau itu ada di dalam perut
anda, di bawah pusar tepatnya. Anda bergerak sedikit saja, sisi tajam
dari pisau itu dapat menggores atau menyayat dinding perut anda. Seperti
itulah kurang lebih gambaran rasa sakitnya.
Saya sudah lumayan sering berolahraga untuk menghindari nyeri haid.
Tapi sepertinya, olahraga dua kali seminggu memang kurang untuk saya.
Kata psikolog saya, nyeri haid bisa juga disebabkan oleh ketegangan
psikis yang tinggi. Ketegangan yang begitu tinggi harus disalurkan ke
aktivitas fisik yang agak berat dan intens. (Ketegangan psikis
disebabkan oleh tekanan dari lingkungan
sosial maupun dari dalam diri. Ada
pressure sedikit saja saya
langsung tegang.) Jadi sebenarnya, faktor psikis lebih banyak
berpengaruh terhadap kesehatan saya, terutama kesehatan saat datang
bulan.
Untungnya minggu lalu saya sudah diurut, jadi tidak terlalu sakit. Kalau
biasanya di perut saya terasa seperti ada 3 sampai 5 pisau, kali ini
hanya ada 1 sampai 2 pisau saja. Kalau masalah sakit pinggang kata
tukang urutnya saya kurang minum, jadi menambah rasa sakit. Padahal di
tempat kos, yang paling banyak minum adalah saya. Mungkin karena banyak
berkeringat, jadi banyak minum pun masih kurang.
Di Lembang pun saya sudah minum air putih paling banyak, namun masih
haus saja. Saya pun menghabiskan sebotol minuman pengganti ion tubuh
yang iklannya dibintangi oleh JKT48 itu di perjalanan pulang. Lumayan
ilang sih hausnya.
Oiya, saat membeli minuman pengganti ion tubuh itu, saya juga membeli
dua bungkus tissue isi 12. Travel tissue isi 50 (tapi pas saya bawa dari
Jatinangor, isinya tinggal setengah), sudah habis saat selesai rapat.
Di perjalanan pulang, sambil menghabiskan tissue (lagi) serta miring
sana miring sini mencari posisi duduk nyaman, saya memikirkan makan
malam saya. Yang tidak enak adalah membayangkan makan sendirian ketika
sakit. Saya jadi ingat ketika di rumah, ayah saya selalu mengajak saya
makan bersama, tapi saya selalu berkata belum lapar. Saya sering malas
makan bersama ayah saya, karena ayah saya sangat rewel soal tata krama
ketika makan. Sekarang saya merasa menyesal bahkan sangat menyesal
terhadap sikap saya yang seperti itu. Dan sekarang, saya bahkan
merindukan makan bersama keluarga.
Waktu itu pukul 17.30 di tol menuju Cileunyi. Saya pun mengirim sms ke teman satu wisma saya.
Fi, udah di wisma belum?
Udah teh. Balas Afi
Kamu udah makan belum?
Belum teh.
Bale Cafe buka nggak ya?
Buka teh, tapi aku udah pesen makanan teh.
Ya sudahlah, mau tidak mau makan sendirian, mau bagaimana lagi. Saya pun
memikirkan tempat makan yang ramai agar saya tidak terlalu merasa
sendirian, namun saya tidak ingin bertemu orang yang saya kenal juga.
Saya malas mendengar pertanyaan, "Sama siapa? Sendirian?" Ini malam
minggu, pasti banyak orang-orang yang saya kenal sedang nongkrong di
tempat makan. Dan ketika saya sedang sibuk melamun memikirkan tempat
makan, teman saya mencolek saya dan saya pun sadar kalau kami sudah
sampai di Jatinangor.
Kami pun turun dari bis. Seperti biasa, kami bersalaman,
ber-cipika-cipiki, dan berkata "Dah, ati-ati ya." Saat mereka pergi,
saya masuk ke
mini market untuk membeli madu dan susu agar daya tahan tubuh saya terjaga. Selesai membeli susu dan madu, saya keluar dari
mini market sambil melihat ke sekeliling. Kebetulan di sekitar
mini market
dekat pangkalan Damri itu, banyak sekali tempat makan. Saya mikir-mikir
dulu mau masuk ke mana. Kebetulan saya juga harus ke ATM, jadilah saya
masuk ke Jatos.
Setelah mengambil uang di ATM, saya berpikir lagi. Makan di
food court Jatos atau makan di restoran sekitar pangdam (pangkalan Damri). Saya pun memutuskan untuk melihat
food court
dulu, kalau ada yang saya kenal, saya tidak jadi makan di situ.
(Alhamdulillaah mata saya sehat, dan saya peka terhadap gestur
orang-orang, jadi dari jauh saja, saya sudah ngeh kalau itu orang yang
saya kenal.) Ternyata tidak ada orang yang saya kenal. Bangku
food court pun tidak penuh, masih ada beberapa bangku yang kosong. Baiklah saya makan di situ.
Saya pun meletakkan tas dan kresek belanjaan di meja. Beberapa orang
menoleh. Saya pun pasang tampang songong sambil duduk perlahan. Lirikan
tajam meremehkan, bibir agak cemberut, dan dagu agak terangkat. Ekspresi
ini kerap saya gunakan saat saya sedang berjalan sendirian. Ekspresi
ini seolah isyarat, "See, I'm confidence." atau "I'm hanging out with my
self because I need to be alone right now. Hey! I'm not lonely."
Makanan datang. Saya pun makan sambil melihat orang-orang sekitar. Ada
bapak-bapak dan ibu-ibu yang makan bersama anak-anaknya, ada yang lagi
pacaran, ada rombongan cewe-cewe berisik, ada perempuan usia 25an
bersama anak 12 tahun (mungkin adek mungkin keponakan). Saya tidak
memperhatikan lebih lanjut, saya hanya melihat sekilas lalu fokus pada
makanan dan lamunan.
Saya merasa lebih baik setelah makan, mungkin karena suasana ramainya. Saya pun keluar dari
food court.
Saya melihat kursi pijat refleksi berjejer di depan food court. Saya
pun ingin duduk di situ karena badan saya pegal dan ngilu, tapi
lagi-lagi saya enggan ada orang yang saya kenal menyapa saya dan
bertanya, "Sama siapa? Sendirian?" Saya pun melewati kursi itu. Saya pun
sangat menyesal melewati tempat pijat refleksi itu tanpa mampir dulu.
Ingin sekali saya membalikkan langkah. Langkah saya pun terhenti di
depan eskalator. Saya pun berpikir lagi, mampir atau tidak.
Lalu saya ingat kalau saya bawa buku. (Loh apa hubungannya?) Ya jadi
nanti, kalau ada orang yang bertanya-tanya, saya bisa jawab, "Iya
sendirian. Tadi si abis ada kumpulan di Lembang. Pas mau pulang, keinget
ada yang mau dibeli di Super*ndo, terus liat ada pijat refleksi,
sekalian aja deh mampir ngilangin capek." sambil memegang buku yang
terbuka, biar tetep terkesan
cool. Hehe.
Akhirnya saya pun kembali ke tempat pijat refleksi itu. Saya pun duduk
tertunduk membaca sebuah buku sambil menikmati pijatan otomatis dari
sebuah kursi. Eh tunggu-tunggu, kok menikmati? Orang sakit refleksinya.
Saat sedang dipijat, saya teringat ketika saya nyeri haid waktu SMA.
Sakit saya sekarang-sekarang ini tidak ada apa-apanya dibanding dulu.
Dulu saya kerap menangis kesakitan. Dan ibu saya dulu kerap memasukkan
air panas ke dalam botol, lalu botolnya ditempelkan di perut saya untuk
mengurangi rasa sakitnya. Ibu saya juga kerap memijat-mijat pinggang
saya ketika itu. Tidak seperti di sini, saya dipijat oleh mesin.
Sesampainya di wisma, saya merebahkan diri ke kasur, masih merindukan ayah dan ibu.