Jumat, 30 November 2012

Kutipan dari buku "Young, Rich, and Famous"

Perjalanan Terhebat dalam Hidupmu, Seberapa Besar Impianmu?

-Yakini Kehebatanmu!
-Ambil Satu Langkah Dalam Satu Waktu Saja
-Sediakan Waktu Untuk Belajar
-Bikin Standar Sendiri Saja!
-Berfikir Untuk Dirimu Sendiri
-Kenali Siapa Dirimu

Renungan Malam

Setelah gue pikir-pikir, gue emang nggak realistis, apalagi empiris. Gue emang punya dua dunia, satu yang gue tempatin, satu lagi ya di kepala gue. Makanya gue mikir, apa fungsi dari blog ini?

Blog ini gue namain "Makna Kehidupan", kedengerannya serius dan memotivasi, kenyataanya? (preett) Gue liat lagi keterangan blog ini, "Tempat sampah". Ya gimana nggak puguh, orang judul sama keterangan nggak relevan, bahkan paradoks. Tadinya gue mikir, sampah itu lebih bermakna dibanding mutiara. Tapi kayaknya judul "Makna Kehidupan" memotivasi gue buat nulis berat coy, nulis tentang buah pemikiran gue, analisis gue, dll. Plus, ngasih pencitraan yang berat juga.

Emang si, yang nge-view blog ini lebih banyak dua kali lipat dibanding blog gue yang satunya. Tapi gue yakin view sebanyak itu gara-gara beberapa tulisan gue yang searchable di Google Mungkin beberapa rada ilmiah, soalnya gue sering nge-post tugas yang mau gue delete dari laptop. (LOL! Laptop penuh data, tapi sayang juga mau ngebuang tugas --yang udah dukumpul-- kalo inget usaha nyelesaiinnya, jadi post aja di blog)

Kalo emang blog ini enak dibaca, kenapa temen-temen gue nggak mau follow blog gue yang ini? Terus temen-temen gue nggak ada yang pernah tuh ngobrolin tentang isi blog gue yang ini. Kontras banget sama blog "Tak Perlu Keliling Dunia" gue yang sering diobrolin sama temen-temen gue.

Ya, gue emang nggak cocok jadi esais amatir. Gue mungkin lebih cocok jadi cerpenis amatir karena pemikiran gue yang full of fantasy. Jadi kalo bikin esai pun, gue sering ngebawa fantasi dan lupa kalo orang berharap esai itu realistis atau empiris.

Tapi gue nggak bisa ngehapus blog ini, gue tetep butuh coret-coretan, draft, tempat sampah. Jadi gue ganti aja nama blog nya jadi Tempat Sampah. Eh, tapi kalo gue taro buah pemikiran gue di tempat sampah, emang gue mau ngubek-ngubek tempat sampah? (Kalo sewaktu-waktu gue butuh buah pemikiran gue yang terbuang itu.) Yaudah gudang deh. Tapi gudang juga agak kotor. Terus kalo nyari sesuatu di gudang tuh seringnya nggak ketemu karena udah nyelip-nyelip sana sini. Yaudah kalo gitu buku coret-coretan deh. Dari dulu gue punya buku coret-coretan buat gudang ide, buat nulis vocabulary penting, buat brainstorming, banyak deh. Ok, "Buku Coret-Coretan", deal!

Rabu, 11 April 2012

Pembicara Seminar Wirausaha yang Bertolak Belakang

Dua pegusaha ini tak diragukan lagi kredibilitasnya. Dengan seringnya jam terbang mereka sebagai pembicara di seminar-seminar, membuktikan bahwa banyak orang yang mempercayai mereka sebagai orang besar atau orang sukses. Indikator sukses dalam berwirausaha biasanya adalah kepopuleran sang wirausahawan atau kemapanan yang terlihat. Orang-orang yang mendatangkan mereka sebagai pembicara pastinya percaya kalau mereka punya "senjata pamungkas" yang bisa mengantarkan mereka pada kesuksesannya saat ini.


Dua pengusaha yang sama-sama memiliki "senjata pamungkas" ini memang tidak saling kenal, tetapi pesan yang mereka sampaikan sepertinya saling menentang.
Pengusaha pertama menjadi pembicara di Seminar Entrepreneurship yang diselenggarakan BEM GAMA FASA (sekarang FIB) Unpad. Pengusaha kedua menjadi pembicara di Seminar Bisnis yang diselenggarakan Himabis Unpad.


Pengusaha pertama berkata, "Lebih baik kehilangan masa muda daripada kehilangan masa depan." Singkat cerita, pengusaha ini berasal dari keluarga yang kurang mampu. Ketika sekolah, ia harus kerja serabutan untuk mencukupi kebutuhannya. Pengusaha ini lebih banyak menghabiskan masa mudanya untuk mempelajari ilmu komputer dibanding pergi ke tempat-tempat hiburan. Pengalamannya memberinya kesimpulan dalam sebuah kalimat yang ia bagikan kepada pendengarnya.


Pengusaha kedua berkata, "Jangan kuper, banyakin main aja, dengan begitu wawasan dan pertemanan kamu akan lebih luas." Pendapatnya ini pun merupakan kesimpulan dari pengalaman dan pencapaiannya sekarang. Ia adalah pemilik kafe terkenal di Bandung. Kemahirannya dalam mengembangkan sebuah kafe didapatnya dari pengalaman masa mudanya yang sering bermain dari satu kafe ke kafe lainnya.

Awalnya saya dibingungkan dengan dua pendapat yang terdengar bertentangan ini.

Setelah beberapa pekan, saya memikirkan kembali dua pendapat ini. Saya anggap pencapaian mereka sekarang adalah titik akhir. Sedangkan cerita mereka ketika SMA adalah titik awal. Di dalam proses pencapaian titik akhir, mereka memilih cara yang berbeda, tetapi ada satu yang sama. Proses belajar.

                                                                            ***


Jika saya andaikan adanya posisi susah dan posisi senang...
Pengusaha pertama sepertinya terdengar mengalami posisi susah di waktu mudanya. Sementara pengusaha kedua sepertinya terdengar mengalami posisi senang di waktu mudanya.

Dalam posisi susah, jika ada proses belajar, maka akan ada keuntungan yang biasa disebut hikmah.
Dalam posisi senang, jika ada proses belajar, maka akan ada keuntungan yang biasa disebut hikmah.

(Seperti yang sering diucapkan banyak orang, senang atau susah adalah ujian)

                                                                           ***


Mengikuti dua seminar tersebut pun berarti sebuah pengalaman. Pengalaman biasanya merujuk pada kesimpulan. Kesimpulan saya, proses belajar adalah hal yang paling penting, karena tanpa proses belajar, dua pengusaha tersebut tidak akan jadi pembicara dalam seminar yang saya hadiri.

Kamis, 05 April 2012

Sisi Lain dari si Debat

Ups, kenapa judulnya "...si Debat"? Apa yang melatarbelakangi frasa "si Debat"? Dan, apa implikasi dari penggunaan frasa ini?

:D

Awalnya...


Sejak tahun pertama saya berkuliah di Universitas Padjadjaran, saya pernah (bahkan sering) merenungkan tentang apa fungsi debat. Oleh karena itulah, saya menggunakan kata "si" karena hal ini pernah dibicarakan sebelumnya, sekaligus memberi "bungkusan" personalisasi pada kata debat itu sendiri.

Sedikit curhat:
Saya lelah terlalu sering memperdebatkan hal-hal sepele dengan teman-teman sebaya, orang tua, bahkan teman spesial (pacar) saya sendiri saat itu. Saya ingin menjalin persaudaraan dan pertemanan yang adem ayem. Tak bisakah kita hanya diskusi? Kenapa sih harus ada debat?

Karena resah dan tak bisa tidur, saya pun membuka KBBI. Inilah kebiasaan saya jaman dulu (sekarang juga masih tapi jarang), ketika ada hal yang mengusik pikiran, seringnya ya buka KBBI atau Oxford Dictionary atau Merriam Webster Dictionary. Tujuannya agar saya bisa lebih mengenal kata-kata yang mengusik pikiran saya.

- Pembahasan dan pertukaran pendapat mengenai suatu hal dengan saling memberi alasan untuk mempertahankan pendapat masing-masing. - KBBI edisi kedua. (waktu itu punyanya edisi kedua, edisi keempat masih mahal sih)

Malam itu setelah saya selesai membaca definisi debat dari KBBI, saya bilang dalam hati, "WHAT THE HELL! Mempertahankan pendapat masing-masing? Terus kapan nemu solusinya? Terus manfaatnya apa? Buat mengalahkan orang lain? Kalo gini terus, kapan selesainya "berantem" dengan orang-orang disekitar saya?"

Bahkan ketika UAS mata kuliah English Speech pun saya membawakan topik The Function of Debating. Saya benar-benar mengecam debat (yang tak bersalah) saat itu.

Dan saya semakin terganggu, mengingat saya akan mendapatkan mata kuliah Debating di tahun kedua.


Kini...

Bela Diri

Setelah sempat vakum dari Unit Kegiatan Mahasiswa Bela Diri Silat Tangan Kosong Merpati Putih, akhirnya saya aktif kembali di tahun kedua. Sore itu sepulang latihan, saya sempat merenung, bagaimana seandainya saya mencederai teman saya sendiri? (power saya memang kecil saat ini, tetapi ketika anak-anak saya kerap mencederai teman-teman dan saudara-saudara saya sendiri)

Memikirkan hal itu, saya kembalikan lagi kepada pertanyaan "Mengapa ... penting untuk di...?"
Jadi, "Mengapa bela diri penting untuk dipelajari?"
Jawaban yang umum biasanya, untuk menjaga diri dari serangan manusia lain yang memiliki niat tertentu. Jawaban tambahan biasanya, untuk menjaga kebugaran tubuh dan kutipan "Human was born to survive."

Saya setuju dengan dua jawaban tersebut. Dan...
Tiba-tiba terlintas di pikiran saya tentang fungsi debat.

Saya teringat ucapan guru saya tentang pendapat yang benar dan pendapat yang didengar. Bahwa pendapat yang benar, tidak akan berarti kalau tidak kedengaran.

Saya mulai mengerti, inilah jawaban dari "Mengapa debat penting untuk dilakukan/dilatih/dipelajari?"
Ya supaya kita terlatih untuk mempertahankan apa yang kita anggap benar, dan suara kita pun dapat didengar.
Ya supaya ketika ada orang lain yang melakukan "serangan pemikiran", kita dapat bertahan atau bahkan melawan. Karena kita tidak akan pernah tahu tentang niat orang lain dalam melakukan penyerangan pada kita.

Positifistik

Saya kira tidak melulu segala sesuatu harus dicari cela nya. Berpikir positif tentang fungsi debat, tidak ada salahnya.

Apa yang Saya Cari?

Karena cara baca saya yang lambat, maka saya membaca buku yang berjudul Membaca Cepat karya Kathryn Redway.


Kalimat yang saya suka adalah, sebelum memulai membaca buku, putuskanlah apa yang ingin saya dapatkan dari buku ini.


Ya! Buku menyajikan banyak informasi. Kebutuhan kita akan informasi yang disajikan pasti berbeda-beda. Oleh karena itu putuskanlah "Apa yang kau cari di sini?"


Sebenarnya pelatih Merpati Putih pun sangat sering mengatakan, "Kembali pada niat awal latihan, mau ngedapetin apa?"

Namun pelatih saya pun sesekali pernah mengatakan, "Kalau belum tau mau cari apa, pasrah aja dulu."


Dan saya pun baru ngeh, inilah yang bisa jadi pertanyaan pertama sebelum memulai pertemuan pertama kuliah. "Mau dapet apa dari kuliah ini?"


Fungsi dan Manfaat

- Sebuah sendok memang bisa dipakai untuk makan, tetapi sebuah sendok pun bisa dipakai sebagai alat membunuh. -
Jika kita membicarakan soal fungsi dan manfaat...
Fungsi: Dari sudut pandang hal itu sendiri
Manfaat: Dari sudut pandang pengguna

Debat...
Pada awal kemunculan kata debat itu sendiri, pasti ada fungsi yang disepakati yang tak lepas dari latar belakang tertentu.


Tapi manfaat debat? Itu relatif, kawan. Tergantung dari "Apa yang kita cari."


Ada yang berkata bahwa ilmu itu netral, tergantung si pemakai. (saya belum memutuskan setuju atau tidak pada statement ini. tapi lumayan masuk akal sih) Statement ini serupa dengan penjelasan guide saya ketika saya berlibur di Bali.
"Kenapa tokoh baik bisa menjadi Rangda juga, Bli?"
"Kami pun menaruh patung Rangda di rumah kami, yang kami ambil adalah kekuatannya. Rangda itu sebenarnya bisa jadi makhluk bisa jadi sifat. Sifat Rangda sebenarnya netral, tergantung penggunanya."




Jadi...

Ketika debat kita bisa:
- Melatih toleransi
- Melatih simpati dan empati
- Saling memperkuat diri
- Mengetahui teknik-teknik penyerangan maupun pertahanan baru
- Dan masih banyak lagi tentunya


Mengapa toleransi, simpati dan empati?


Ada yang bilang, ketika berdebat, dan harus membela hal yang bertentangan dengan pendirian kita, kita harus berbohong. Tapi? Sepertinya bukan kata bohong yang tepat. Kata apa ya?


Bagaimana kalau kita kesampingkan dulu soal benar dan salah ketika berdebat?
Anggaplah semua pandangan itu setara. Bertindaklah proaktif. Kita yang menentukan pilihan kita. Kita bisa berpindah-pindah pandangan dalam berdebat. Fleksibel.


Prinsipnya adalah, "Ketika saya berdebat, saya membela suatu pandangan, tanpa mencampurnya dengan isi hati."
Disinilah mengapa saya sebutkan melatih toleransi, simpati dan empati.


Ketika kita berempati terhadap suatu hal, maka kita akan menghilangkan kehadiran "diri" kita.


Menghilangkan "diri"?
Contoh kasus:
Dalam mendengarkan curhatan seorang teman, ketika kita menjawab "Kalau saya sih..." "Kalau saya jadi kamu sih..." "Kalau menurut saya sih..." atau apapun yang menyiratkan pemberian solusi dari sudut pandang kita, maka kita telah gagal dalam berempati.
Dengarkanlah psikolog-psikolog yang sedang menangani pasien. Dan ambillah kesimpulan sendiri mengenai bagaimana sikap yang empati itu.


Sedikit cerita:
Hari ini, saya membawakan sebuah topik debat (semi-debat) yang dulu kerap saya diskusikan.
Berhenti mengotori dan merusak buku.
Sejujurnya kawan, dulu saya kerap merusak buku, memutilasi buku, dan mencoretinya. Lalu saya dan teman-teman saya sempat mendiskusikan hal ini.
Membela pandangan "Berhenti mengotori dan merusak buku", terasa lebih mudah setelah saya pernah memiliki pandangan yang bersebrangan. Karena? Saya tahu kelemahan-kelemahan saya ketika saya berdiri di sebrang.
Oleh karena itulah, berpindah-pindah pandangan tanpa mencampurkannya dengan isi hati ada untungnya juga. :P


Soal isi hati? Keyakinan? Itu pilihan!

Sabtu, 31 Maret 2012

Man of the House (Komentar ttg film tsb)

Pagi itu setelah melakukan aktivitas pagi. Seperti biasa gue duduk di depan tivi. Seperti biasa juga, favourite channel itu kalo nggak Star World ya Fox Family Movie. Yaudah switch ke Fox Family Movie deh. Pas nih, film nya baru mulai. Judulnya Man of the House.

Jadi gini. Ada seorang anak laki-laki yang jadi tokoh sentralnya. Anak laki-laki ini tinggal di rumah ibunya yang single parent. Nah, cerita ini dimulai dari si ibu yang punya pacar (lupa namanya). Pacar ibu ini berusaha untuk mendekatkan diri pada si tokoh sentral. Tinggallah dia di rumah si ibu.

Si anak nggak terlalu suka sama pacar si ibu. Banyak cara dia lakukan buat bikin pacar ibunya ngerasa nggak betah. Si anak ngajak calon ayahnya ini ke suatu komunitas yang menurutnya konyol, dan mungkin bisa bikin calon ayahnya nggak nyaman. In the fact, mereka malah makin akrab gara-gara ikut komunitas ini.

Tapi keakraban mereka pun nggak lepas dari usaha keras si calon ayah. Si calon ayah ini awalnya konsultasi sama pemimpin komunitas yang ternyata sama-sama berstatus ayah tiri. Di samping itu, si calon ayah ini emang tulus dalam menyayangi calon anaknya. Dia bahkan rela ngorbanin kemajuan karirnya sebagai jaksa demi meluangkan waktu lebih buat calon anaknya. Walhasil, rasa saling peduli dan saling sayang pun tumbuh diantara calon anak dan calon ayah ini.

Keakraban mereka bertambah, seiring dengan adanya masalah bersama yang timbul. Kebetulan si calon ayah terancam dibunuh karena ada seorang anak dari narapidana yang mendendam padanya. Saat itu mereka sedang camping di hutan. Si calon ayah dan calon anak ini pun saling melindungi satu sama lain. Makin akrab aja deh mereka.

Endingnya, si anak akhirnya menyetujui pernikahan ibunya. Happy ending.

Komentar saya: Cerita ini klasik si sebenernya. Gambarnya juga biasa aja. Mungkin ini masih pake kamera jadul. Tapi gue suka kemasan cerita ini yang ringan dan dapet suasana anak-anaknya. Cuma sedikit saran si buat si calon ayah, lebih ekspresif lagi dong. :P

Vantage Point (komentar ttg film tsb)

ini hanya komentar, bukan resensi atau review. Jadi? yuuuk kita ngobrol. :D

Sebenarnya saya agak lelah memikirkan diksi, struktur, atau apapun. Jadi di blog ini lah tempatnya saya bisa melanggar aturan-aturan berbahasa (LOL!) dan ngecapruk ria. :P

Sebagai mahasiswa yang butuh nambah database setiap hari, bangun tidur gue setel Tivi di rumah gue (Jakarta).
Ok, Fox Movie Channel, Ok, Vantage Point
Film apa ni? kayanya judulnya keren.

Lanjut nonton. Film ini adalah film yang menggunakan multiple point of view. Film ini emang beneran "waw".

Sekian..

*will be edited